Utara Dan Selatan Yang Tak Bisa Bersatu Walau Berada Di Dalam Kompas Yang Sama
"Bintang itu indah...saat dipandang dari jauh namun bila bintang itu dilihat dari dekat maka akan terasa sakit"
"Bintang itu indah...saat dipandang dari jauh namun bila bintang itu dilihat dari dekat maka akan terasa sakit"
Penggalan kalimat drama
korea itu mengiang-ngiang ditelingaku yang membuatku slalu
membanding-bandingkan hubungan kita. Bintangku seperti air laut yang pasang
surut. bukan salahku sebenarnya..tapi..dia sendiri yang membuat begitu.
Karang hati telah luluh
akibat hangat bintangmu, namun tiba-tiba kembali mengeras akibat satu kesalahan
fatal, yang membuat hati membentuk lapisan kaleng minuman.
Aku memaafkanmu tapi
hati tak bisa kembali percaya padamu.
Semua berjalan lancar
ketika khayalan yang indah-indah slalu menyemangati kegiatan, hingga malam dan
bintang-bintang itu muncul semua terasa indah, dan masih sangat bisa dinikmati.
Ketika bintang sekelebat melintas disamping dan didepan badanku..aku masih
merasa hangat. Hingga satelit bintangmu ikut, yang kubiarkan pada
awalnya..namun ternyata satelit mendekatkan bintang untuk membocorkan cahaya ke
arah retina mataku.
Saat kurasakan deburan
ombak malam kurasakan pertama kali..saat itulah bisikan orang dibelakangku
mulai memberikan celah untuk meneruskan cahayamu menusuk lensaku.
Saat aku menanti cahaya
bersama dinginnya ombak malam itu. Ternyata bintangmu melindungi satelit di
arah kutub yang berbeda denganku. Di depan mataku, namun bintangmu berada
dibalik kaca hitam. Aku tak bisa lihat.
Aku terus-terusan
memaafkanmu...aku memang baik hati..
Hingga akhirnya siang
datang..aku benar-benar melihat bintang dan satelitnya disiang bolong.. Aku
ditikam double cahaya yang sangat menyilaukan.
Aku mulai menciut dan lari ke bawah
pohon..mencoba mendinginkan suasana..
Aku bisa namun tak bisa
berkali-kali. Aku kuat namun tak sekuat-kuatnya.
Ketika malam hujan
deras, angin ribut disertai serangan segerombol pemangsa. Dan saat-saat kantuk
merajang. Bintang itu hilang dan benar-benar menyakitkan.
Saat itulah aku
menangis mengikuti irama hujan saat bintang datang menambah luka kepedihan.
Aku berjalan lunglai
menuju peristirahatan, sambil menjejakkan kaki di atas genangan air. Diantara
pasir basah yang menenggelamkan kaki. Sepatuku kotor aku tidak peduli.
Aku berdiam dibawah air
conditioner. Berharap malam dingin ini akan membekukanku...buatku mati rasa.
Saat ku nikmati barisan
kapal pertama..saat dapat kulihat batas antara langit dan air.
Luka semakin
menjadi-jadi.. Satelit dan bintang sangat sangat sangat terang..mereka bersinar
bersama prisma-prisma kaca yang berserakan disekelilingnya..
Aku yang berada tepat
disisinya..mengalami distorsi bias yang nyata.. celah-celah fatamorgana
membuyarkan khayalan indah sebelumnya. Aku sudah terluka sangat dalam.
Di perbatasan kota,
bersama dua kendaraan yang berbeda.. bersama dua sisi jalan yang berbeda..akhirnya
kita berpisah...
Bersamaan kompas yang
kita bentangkan..arah selatan yang kau tuju..arah utara yang kutuju.. ucapan
kecewa dari hati kubawa pulang
0 komentar on "Kompas"
Posting Komentar